Senin, 22 Juli 2013

FAILED is not My Ultimate Goal, But It is a Process


  • FAILED
    Ya, inilah jawaban dari perjalanan tulisan sebelumnya.
    GAGAL
    Done. Udah, itu aja.
    Colonel Harland Sanders butuh pengalaman gagal yang banyak dulu, lebih dari 1000 kali Beliau mencoba membuat resep Ayam itu, tercatat sebanyak 1433 kali Beliau mencoba. Baru kemudian Beliau sukses merintis bisnis KFC yang sampai sekarang masih bisa dinikmati anak cucu nenek ku. Tampaknya, bisnis KFC tersebut akan terus berkembang pesat hingga kehadiran generasi anak cucu kita XD. 
    Yup, gagal itu biasa. Mungkin gagal itu adalah proses. Kalo kamu ga mau gagal, ya jangan dicoba. So, kapan kamu akan sukses kalo ga mau mencoba? Kata orang-orang sih, "Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda"..
    Kisah Colonel Harland Sanders mungkin cukup mewakili pepatah itu.
    Malam sebelum tes yang kedua, tes TPA, aku pun sibuk membalik-balikan buku TPA yang ku pinjam kepada tetangga kamar sebelah. Untung senior-senior ku yang di kosan punya buku TPA. Padahal, buku TPA terbaru sebelumnya sudah ku cari-cari di Medan, tapi tak ada lagi. Stocknya kosong, banyak yang beli karena banyak calon Mahasiswa Baru yang akan mengikuti tes masuk Universitas baca buku itu. Dan malam-malam sebelumnya, di rumah Om ku (Jl. Denai), aku selalu menyempatkan membahas soal-soal TPA yang sudah ku download di rumah Tanteku (Simalingkar) siang harinya. Menulis jawaban di satu kertas, kemudian mencocokkan jawabannya di kunci jawaban. Banyak yang betul, tapi juga ada yang salah.
    Dalam perjalanan pulang dari Medan ke Padang pun, di sela-sela macet kembali ku buka soal-soal TPA itu. Beruntung, pada malam terakhir di Medan, sodaraku yang mempunyai Buku TPA yang katanya cocok untuk tes PNS pun ku pinjam dan ku bawa ke Padang. Soal dan buku itulah yang ku balik-balikan di atas mobil. Jika sudah mulai terasa mual, kepala sedikit bereaksi, ku hentikan membahas soal.
    Perjalanan pulang ke Padang pun menjadi saksi betapa tertekannya diriku untuk menghadapi tes yang kedua ini. Mulai dari susahnya mencari jalan tol keluar Kota Medan, hingga malam-malam salah jalan selama 1 jam perjalanan, dan jalanan itu BERGELOMBANG dan BERBELOK-BELOK.
    Rencana awal keluar dari Medan tidak menggunakan jalan tol karena tidak tau jalan menuju jalan tol tsb. Namun, kami berubah pikiran. Untuk mempercepat perjalanan, Om ku pun dengan bakat "sok tau" nya penasaran ingin mencari jalan menuju jalan tol supaya dengan cepat keluar dari kota Medan. Telpon ke sana ke mari untuk mencari jalan, alhasil kami pun sukses melewati 3 kali putaran jalanan yang sama. Masih dalam kondisi bingung, setelah masuk pertigaan yang satu lalu keluar, dan masuk pertigaan yang lainnya, dan keluar lagi. Kami tetap tidak menemukan jalannya. Putus asa pun datang menghampiri, akhirnya diputuskan untuk melanjutkan rencana pertama. Lanjut melalui jalan dalam Kota Medan yang kemungkinan akan macet.
    Mobil pun melaju, tidak begitu kencang. Tiba-tiba, terdengar sirine Ambulans dan Mobil Ambulans tersebut melewati Kami. Ngga mau ketinggalan, atau untuk menutupi rasa kecewa, Om ku pun memacu mobilnya dengan kencang, sehingga kami beriring-iringan dengan Ambulan. Sukses 20 menit mengikuti ambulans, perjalanan pun dihadapkan pada simpang besar. Ambulan mengikuti jalur lurus, kami belok ke kiri. Dan, lagi-lagi salah jalan. Harusnya, kami tetap mengikuti Mobil Ambulans tadi, karena jalan yang seharusnya adalah lurus, bukan belok kiri.
    Dan benar saja, setelah ditinggalkan ambulans, Kami pun terjebak macet. Di sepanjang jalanan yang macet ternyata terdapat Sebuah Pasar di pinggir jalan tersebut, dan macet pun menghantui selama kurang lebih setengah jam.
    Tidak terasa 5 jam perjalanan telah berlalu, hingga kami tiba di Prapat. Hamparan luas Danau Toba seolah memisahkan ku antara Padang dan Medan. Padahal, Padang dan Medan tidak dipisahkan oleh perairan. Mungkin khayalan ku saja yang terlalu tinggi *hehehe.
    Kami pun singgah di suatu warung di pinggir Danau Toba untuk istirahat dan makan siang. Dari warung itu, terlihat betapa luasnya Danau Toba. Hijau, angin sepoi-sepoi, dan terlihat juga bukit-bukit yang mengelilingi danau Toba. Mama dan yang lainnya sudah memulai makan bekal yang sudah disiapkan sebelum berangkat tadi Pagi. Hingga setengah perjalanan makannya, aku masih sibuk mengambil gambar dan video Danau Toba nan Indah. Rasanya, lambungku sudah penuh karena menghirup udara sejuk dan melihat pemandangan Danau Toba dari ketinggian sekitar 20 meter. Lalu, Mama pun mengingatkanku untuk segera makan. Tidak berakhir di situ, aku pun makan dengan cepat sambil melihat ke arah Danau Toba. Daun pisang yang membungkus nasi ku pun hampir saja diterbangkan angin, tapi kutahan. Dan akhirnya, aku sendiri yang menerbangkan daun pembungkus nasi ku tadi ke arah Danau Toba, berharap aku menjadi sekecil semut dan dapat berlayar ke samosir dengan menggunakan Daun Pisang pembungkus nasi itu, sungguh itu hanya khayalan ku saja. Selesai makan, aku pun melanjutkan dengan berfoto kembali. Senang rasanya bisa membingkai danau Toba ke dalam sebuah gambar, dengan kamera ku yang sederhana ini. Kamera yang kubeli dengan hasil tabungan selama lebih dari 2 tahun, dan juga telah mengiringi perjalanan ku sebelumnya, dari Barat Sumatera hingga ke Timur Jawa.
    Pada malam harinya, kami singgah di 2 warung berbeda waktu itu.
    Pertama, kami makan di warung yang pernah ku kunjungi waktu ke Medan beberapa bulan lalu (Januari 2013). Kemudian, perjalanan dilanjutkan masih dikomandoi oleh Om ku. Berikutnya, singgah warung kenalan Om ku. Om ku pun  bercengkrama dengan pemilik warung itu. Dengan menggunakan logat Medan setengah Minang, mereka terlarut dalam pembicaraan yang cukup serius. Yang ku dengar, mereka membicarakan bisnis Travel. Kebetulan, sejak beberapa jam di perjalanan tadi, perutku sudah mulai bereaksi. Sepertinya, ada yang harus dikeluarkan dari dalam perut ku ini, setelah memakan beberapa Jeruk yang sudah dibeli di pasar pinggir jalan ketika di perjalanan tadi. Aku pun meminta izin untuk ke toilet pemilik warung, yang memang biasanya toilet itu terletak di bagian belakang. Sebenarnya, aku pun tak ingin menceritakan sesuatu tentang toilet. Tapi, yang ku alami di toilet itu, aku melihat sesuatu yang aneh, jarang sekali ku lihat. Dari dalam toilet, kulihat benda aneh seperti tengkorak manusia di atas atap bagian luar di samping toilet. Ku usap mata ku, berharap yang ku lihat bukanlah nyata, lalu ku lihat ke arah benda itu kembali. Tak ada bedanya, yang ku lihat adalah sesuatu yang sama. Bulu di sekujur tubuh langsung berdiri, dan aku pun segera menyudahi segala sesuatunya di toilet itu dengan tergesa-gesa. Perutku memang sudah enak, tapi hati dan pikiran ku yang mulai tak enak sekarang. Keluar dari toilet, ku panggil adikku untuk melihat benda itu. Tapi, dia hanya santai saja. Bocah itu berusaha meyakinkan ku bahwa itu bukanlah suatu benda aneh. Hingga ku putuskan untuk tidak memikirkan hal-hal yang aneh dalam perjalanan yang malam itu. Tengkorak oh tengkorak, enyahlah dari ingatanku....
    Lalu, perjalanan dilanjutkan dengan abangku sebagai komandan. Om ku sangat lelah setelah seharian menyetir, lalu ia mencoba tidur di bangku paling belakang sejenak. Abangku memang tidak tau sama sekali jalan pulang ini. Ia hanya berusaha mengikuti jalan raya dengan feeling yang kuat. Daaaaaaaaaaan, feeling yang kuatpun dikalahkan oleh jalan yang salah. Saking kuatnya feeling abangku ini, sampai-sampai ia memilih jalan yang salah (ke arah Madina) untuk dilalui. Satu jam lebih memasuki jalan ini, Om ku dengan seribu pengalaman perjalanan (Sopir travel) terbangun dari tidurnya. Merasa jalannya yang jelek, rusak, dan berbelok-belok bukan jalan yang tepat, dia dengan senang hati menyebutkan bahwa ini bukan jalan ke Padang, alias salah jalan. Dan judul perjalanan malam itu adalah "Tengah Malam Jalan-Jalan, alias nyasar". Kemudian, abangku langsung membalikkan kepala mobilnya ke arah yang berlawanan dengan jalan ini. Dibutuhkan waktu sekitar satu jam untuk keluar dari jalan ini. Setelah keluar, Om ku langsung mengambil alih komando dan abangku pun diberi amanat untuk beristirahat di bangku belakang. 2 jam yang terbuang dan menghabiskan tidak sedikit bahan bakar. Waaaaaaaw.....
    Paginya, jarum alat ukur bahan bakar yang tersisa terletak di petak pertama. Artinya, bahan bakar harus segera diisi. Dan, sampailah kami di Pertamina. Di tempat pengisian bahan bakar itu tidak ada antrian mobil dan motor. Terang saja, LISTRIK PADAM. Akhirnya, kami menunggu hingga setengah jam lebih di Pertamina yang sama pada saat perjalanan pulang ke Medan (Januari 2013) lalu.
    Hampir sampai di daerah Bukittingi, Om ku terus menyetir dengan keadaan setengah lelah (baca : setengah ngantuk). Kendaraan tidak dipacu dengan kencang. Selain jalannya yang berbelok-belok, Om ku mungkin juga ingin bersantai. Jalan tidak begitu sempit. Tiba-tiba terdengar bunyi secamam benturan, tidak begitu kuat. Di sisi kiri, kulihat 1 sepeda motor jatuh. Ya Tuhaaan, apa lagi ini yang terjadi???
    Om ku pun turun dari mobil, diiringi Om ku yang satu lagi serta abangku. Lebih dari setengah jam aku menunggu di Mobil. Aku memilih untuk tidak turun, tidak ikut campur dalam penyelesaian masalah itu, begitu pula dengan Mamaku.
    Kembali ke Mobil, Om ku bercerita bahwa ia telah mensedekah hartanya sebanyak 150rb, dengan meminjam uang abang Om ku 50rb. Padahal, jika sedikit lebih hati-hati, kejadian ini mungkin bisa dihindari
    Ada-ada saja peristiwa yang terjadi pada perjalanan pulang kali ini. Tambah gelisah hati dan pikiranku karena kejadian Unpredictable ini. Perkiraan sampai di rumah pun meleset. Padahal, sebelum ke kosan, aku berpikir untuk tidur sebentar di atas kasur kapukku yang sangat empuk itu. Kupikir akan sampai di rumah jam 9, eh ternyata ngaret 4 jam. Jam 1 kami baru sampai di rumah.
    Ku persiapkan lah barang-barangku untuk berangkat ke Padang. Mengingat, besoknya aku harus hadir jam 8 pagi di kampus untuk mengikuti tes kedua itu. Dan akhirnya, akupun di antarkan oleh Kereta Api Pariaman-Padang untuk sampai ke kos ku.
    Hari sudah senja saat aku tiba di kosan. Adzan maghrib sudah berkumandang sebelum aku menginjak halaman kosan. Aku pun buru-buru ke kamar, meletakkan barang ku dan ingin segera mengerjakan solat maghrib. Lalu, ku ambil air wudhu ke kamar mandi. Betapa lemasnya aku kuluar dari kamar mandi. Tamu bulananku datang, alias "dapet" (menstruasi). Aku tak bisa membayangkan untuk besok, mengerjakan tes dengan hari pertama datang bulan, semoga tidak perih dan tidak mengganggu tes ku. Memang, biasanya aku tidak mengalami sakit yang begitu parah ketika menstruasi seperti yang banyak dialami oleh perempuan lain pada umumnya. Tapi, rasa cemas itu datang karena aku besoknya harus mengikuti tes. Berharap aku akan baik-baik saja tanpa rasa sakit di kepala dan perut ku.
    Di kosan hati dan pikiran ku tetap gelisah. Tak tau apa yang harus ku jawab untuk tes itu. 2 buku TPA yang dipinjamkan oleh seniorku ku bahas bergantian. Ku bahas soal-soal itu di kamar sendirian. Jenuh. Rasanya kepala sudah penuh akan kata-kata yang berulang kali ku baca dan hu hafalkan. Dan, jam 11 akupun menyerah. Rasa kantuk datang menyerang ku. Hal yang paling tidak bisa ku tahan adalah kantuk. Dari pada menahan kantuk, lebih baik aku menahan lapar. Jam 11 itu ku matikan lampu, dan sebentar saja ku tempelkan kepala ke bantal, aku pun tertidur. Tidak lupa sebelumnya ku pasang alaram jam 05.30 di hp ku. Tidurku sangat pulas. Mungkin memang karena terlalu lelah. Dalam tidurku, aku tak mengalami mimpi apa pun. Berharap alaram akan membangunkan ku esok harinya
    Pagi itu, tak ku duga tak ku sangka, aku terbangun jam 3 pagi. Ooou....................gh, betapa resahnya aku terbangun jam 3 itu. Bukan hantu yang ku takutkan. Tapi, jika ku lanjutkan tidur, maka aku akan bangun jam 7 pikirku, atau paling cepat jam stengah 7. Hal itu akan membuatku terlambat datang ke kampus. Lalu 10 menit ku pikir-pikir lagi, dan akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan membahas soal-soal TPA. Ku pikir kepala ku akan sakit karena membahas soal dan kehilangan waktu tidur selama 3 jam. Ternyata, kondisi ku baik2 saja dan dengan penuh semangat ku bersiap-siap untuk ke kampus.
  • Di kelas yang telah ditetapkan, aku pun masuk dan melihat sudah banyak peserta menempati tempat duduk. Tanpa ku minta, sang ketua Panitia langsung menyapa ku dan menyuruh ku untuk duduk di depan. Tapi aku menolak. Ku pilih untuk duduk di bagian belakang, di bagian kiri. Sang ketua panitia adalah temanku, yang sebelumnya aku tidak mengetahui bahwa Ia adalah Ketua Angkatan tahun lalu pada beasiswa tersebut. Kulihat banyak teman sefakultas mengikuti tes ini. Di antaranya, terdapat orang-orang yang ku kenali cukup dekat. Si S dan A, 2 lelaki aktivis yang sering ku ajak berdiskusi di luar kelas.
    Tes pun dimulai. Saat melihat soal bagian pertama, pikiranku melayang-layang entah kemana. Sungguh aku tidak bisa fokus di tes pertama ini. Soal bacaan yang begitu panjang, entah harus dimulai dari mana. Dan hanya 3 soal yang ku jawab dari 10 atau 15 soal itu. Sementara 2 bacaan soal lagi hanya terbaca, tidak sempat kujawab pertanyaannya. Hingga soal-soal berikutnya, ku akui memang tidak gampang. Masih dalam soal bagian pertama, belum masuk ke bagian kedua, aku pun optimis GAGAL.
    Pada soal gambar pun aku merasa pesimis. Bakat menggambar yang bisa dikatakan tidak ada sama sekali melekat dalam diriku.
    Tes pun berakihr. Hari pertama menstruasi ku pun dijalani tanpa rasa sakit. Bersyukur sekali rasanya ketika pusing dan perih tidak menemaniku di hari pertama itu. Kemudian, 1 jam menunggu pengumuman kelulusan, aku bercengkrama dengan S dan A di sebuah warung kecil milik seorang Ibu yang sudah berumur di kampus. Berbincang-bincang mulai dari hal kecil di kampus, aku pun terlibat perbincangan tingkat tinggi layaknya aktivis kampus. Analisa temanku yang 2 itu memang tajam, sampai ke akar-akarnya. Diam-diam, aku terkagum-kagum kepada mereka yang penampilannya biasa saja, malah sangat sederhana. Di tengah perbincangan, ku keluarkan wafer dari tas ku, bekal yang sudah kepersiapkan tadi malam. Terkuras juga ternyata otak dan tenaga membahas soal-soal tadi. Rasa lapar datang mendekat. Untungnya ada bekalku, roti wafer yang sering dibeli oleh Mamaku di rumah. Kami pun memakannya bersama-sama.
    Lalu, ku ajak mereka pulang, karena firasatku mengatakan bahwa aku tak lulus. Firasatku pun tepat. Aku tak lulus ke tahap selanjutnya. Seirama dengan ku, si S dan A juga tak lulus. Akupun pulang ke kosan ku dengan meminta tebengan si A, sementara si S ingin tetap bertahan di kampus sambil menjelajah dunia maya di Perpustakaan Pusat.
    Awalnya, penyesalan tidak datang menghampiriku. Aku masih tertawa dengan kawanku si A itu. Ku terima tawaran si A yang menebengiku hingga aku mendapat angkot putih menuju rumah Tanteku. Ku ingin menginap dulu di rumah tanteku sebelum pulang ke rumah (Pariaman). Di rumah tanteku, ada seorang anak kecil yang dapat dengan mudah menghiburku, sehingga aku dapat melupakan kegagalan hari itu. Zahra, putri cantik yang lebih mirip orang Bule itu selalu membuatku tertawa. Dan hanya dialah yang kuharapkan dapat menghiburku saat itu.
    Mungkin beasiswa tersebut memang bukan jalanku, tak ada rezki ku di sana. Aku berusaha mengambil hikmah dari semua ini. Bisa jadi ini pengalaman yang mengajarkanku untuk lebih berusaha dan bekerja keras lagi.
    Keep Fighting . . .

Kamis, 13 Juni 2013

Unpredictable Moment

Sureprise, Happy, Afraid, and Everything





Tiba-tiba, dalam perjalanan ke Kota Medan, aku pun mendapat pesan singkat yang ku terima saat berada di daerah Tebing Tinggi. Hp yang di dalamnya terdapat kartu utamaku, yang telah kupakai sejak mulai kuliah hingga sekarang, awalnya dalam keadaan mati. Maklum, karena di perjalanan tidak ada sinyal (ada, namun susah), hp ku itu sengaja dibuat dalam kondisi non-aktif, alias mati. Saat itu kira-kira pukul 16.30, hp itu ku aktifkan kembali. Selang 2 menit, terdengar getaran dihasilkan dari hp tersebut. Hp itu profilnya memang hanya getar saja. Kenapa? Karena sudah terbiasa hp itu kumatikan nadanya, supaya pada saat kuliah, tidak terlalu mengganggu keadaan kelas jika ada pesan singkat atau panggilan masuk yang datang ke hp-ku.
Kemudian, ku ambil hp itu. Kulihat pengirimnya adalah Beswan Djarum. Kaget, dan sedikit tidak percaya. Lalu, ku buka pesan itu. Dalam hati, kubaca 1 kali. Masih dalam keadaan tidak percaya, kubaca untuk ke-2 kalinya. Senang, senyum lebar terpancar dari bibirku. Kemudian sambil memberikan hp, kuperlihatkan pesan itu kepada mamaku, yang pada saat itu duduk di sampingku. "Ini apa?!", Tanya mamaku sedikit bingung. "Vani lulus tes administrasi Beasiswa Djarum, Ma". "Oooo....", kemudian mama diam saja. Berpikir sebentar, lalu bertanya, "Trus, apa tahap selanjutnya?". Mungkin mamaku belum mengetahui apa saja keunggulan dari Beasiswa Djarum ini, makanya mamaku biasa saja. Dan lagi, ini kan baru tes administrasi. Masih banyak tes lain yang harus dihadapi. Dan aku pun senang, tetapi tidak terlalu berlebihan. Toh saingan banyak, peserta memang bukan sembarang orang, tetapi Mahasiswa Berprestasi.
Perasaan takut pun datang. Betapa tidak. Dalam benakku, banyak sekali mahasiswa yang menginginkan menjadi salah satu peserta yang meraih Beasiswa ini. Beasiswa ini memang selalu dinanti kehadirannya oleh Mahasiswa. Karena Beswan Djarum memiliki keunggulan dari pada beasiswa lainnya. Selain memperoleh tambahan biaya kuliah, banyak pelatihan yang dapat diikuti oleh peserta Beswan Djarum. Tidak akan rugi seorang Mahasiswa jika mendapatkan Beasiswa ini. Termasuk diriku. Aku adalah salah satu dari ratusan bahkan ribuan Mahasiswa yang ingin menjadi bagian dari Beswan Djarum ini. Aku ingin belajar tentang Leadership, bagaimana menjadi seorang Pemimpin (Leader), yang awalnya mungkin berasal dari seorang Pemimpi (Dreamer). Walaupun perempuan, tak menghalangi langkahku untuk menjadi seorang Pemimpin. Gender bukanlah masalah. Justru, merupakan sebuah tantangan untuk seorang Perempuan jika terpilih menjadi Pemimpin. Softskill juga diajarkan di sini. Softskill sangat jarang ditemui di pendidikan formal sekarang ini. Maka dari itu, aku ingin sekali mendapatkan Beasiswa Djarum ini, karena akupun merasa kemampuan, bakat dan keterampilan yang aku miliki belum terasah, dan juga belum terwujud maksimal hingga saat ini. Semoga Tuhan mendengar apa yang ku inginkan saat ini. Lulus menjadi salah satu peserta Beswan Djarum. Aamiin.

Setelah mendapat pesan singkat itu, diperjalanan aku merasa sangat gelisah. Perasaan ingin segera sampai di tempat tujuan adalah hal yang paling ku inginkan. Hp canggih ku (BB) sudah mulai bermasalah, tepatnya sejak 1 bulan yang lalu. Batrainya bengkak, sehingga tutup batrai (casing belakang) tidak bisa terpasang. Bocor, dan batrai pun minta diganti dengan yang baru. Tapi aku belum sempat membeli batrai, sehingga masih bertahan menggunakan batrai buncit tersebut, walaupun tahannya hanya 10 menit saja. Selebihnya, kuserahkan kepada listrik untuk menghidupi hp-ku yang canggih itu. Jika hp itu dicas, maka hp itu dapat digunakan, sepanjang listrik masih tersambung ke dalamnya. Sebenarnya charger hp di mobil ada, tetapi juga sudah mulai rusak. Sedikit longgar colokannya, sehingga membuat batrai tidak terisi karena colokannya tiba-tiba lepas karena longgar. Akupun bersabar untuk beberapa jam di dalam mobil yang dikendarai abangku, yang dipacu dengan kencang, sekitar 100 km/jam, bahkan lebih. Sangat gelisah perasaanku saat di mobil itu. Pesan singkat dari Beswan Djarum itu menginstruksikan untuk mengecek email, karena keterangan lebih lanjut dikirimkan via email. Aku pun sudah minta tolong kepada adikku yang sedang di rumah untuk mengecek email-ku, namun tidak ada jawaban. Harapanku pada saat itu adalah, Semoga tes selanjutnya tidak dilakukan besok, lusa, atau 3 sampai 4 hari ke depan. Karena aku baru tiba di rumah Saudaraku di Medan hari ini (13-06-2013), dan aku datang ke Medan untuk memenuhi undangan Saudaraku yang melangsungkan Resepsi pernikahannya hari Sabtu. Dan hatiku pun lega membaca keterangan yang kulihat di email, bahwa tes dilaksanakan pada hari Rabu dan Kamis (19 dan 20 06-2013) di Kampusku. Jadi, selamat lah untuk diriku yang sudah bersabar duduk di atas mobil selama kurang lebih 20 jam, perjalanan yang di mulai dari Pariaman, hingga Medan ini, yang tadi juga singgah di pinggir Danau Toba menikmati makan siang dan pemandangan indah di Danau Toba :)

Jumat, 31 Mei 2013

Pendakian Gunung Talang, Solok Sumatera Barat


Menikmati Keindahan Alam dari Puncak Talang


http://www.youtube.com/watch?v=97aEv5li7xQ
Pengalaman pertama memang pengalaman yang susah untuk dilupakan. Hiking.. Talang, adalah sebuah gunung di Solok, yang juga merupakan salah satu gunung merapi aktif di Sumbar. Pesona Gunung Talang memberikan keindahan luar biasa yang dapat dilihat dari puncaknya. Dari puncak itu, yang kurasakan adalah ketenangan. Rasa nyaman, sejuk, damai, jauh dari hiruk pikuk tempat pada umumnya yang ku huni sebelumnya. Perasaan ingin terus tinggal dan menetap pun muncul ketika melihat keindahan alam dari puncak Gunung Talang, Subhanallah.. Luar biasa indahnya, rasanya aku tak ingin pulang waktu itu. "Ndak nio pulaaaaaaaaaaaaang.............!!!" (Tidak ingin pulang!) Kata-kata itu terucap dengan lantang dari bibirku, sesaat kemudian suaranya hilang seperti dibawa angin. Namun, keinginan ku pun sirna ketika ku ingat betapa aku masih punya orang tua yang memberikan perhatian kepadaku, dan juga tanggung jawab ku sebagai seorang Mahasiswa sudah menunggu untuk segera dilakukan. Dan lagi, tak rasional bila hanya aku yang tinggal di puncak gunung, tanpa ada orang lain di sana. Sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial, aku pun dengan perasaan sedikit sedih meninggalkan puncak gunung yang telah ku daki selama kurang lebih 6 jam perjalanan dengan 2 orang kerabatku, Y dan A.

Senyum Lebar Sumringah
Begaya dulu di Puncak, buka Jaket karena sudah mulai panas

Mendaki gunung pertama kali itu mengajarkan ku banyak hal. Bagaimana aku harus bersabar, hidup dalam kesederhanaan, tanpa mengeluh dan  banyak lagi. Bagaimana sesuatu yang didapatkan dengan kerja keras, menunda-nunda putus asa, optimis, kerja sama dengan rekan-rekan, bertemu dengan beberapa kelompok yang ingin menuju puncak juga, saling berbagi, menyemangati, memotivasi, membuahkan hasil yang tidak sia-sia, bisa dikatakan memuaskan. Seruuuuuuuu....!
Berbagai ujian ku temui pada saat perjalanan menuju puncak. Beban yang berat dipundak, namun terasa ringan karena dijalani dengan ikhlas dan penuh semangat. Panas di perjalanan itu tertutupi oleh pepohonan yang rindang. Kami pun menempuh jalan setapak meunju puncak tanpa ada sinar ultraviolet yang menyengat langsung mengenai tubuh kami. Tetapi, keringat tetap kami produksi. Berjalan dengan beban yang berat membuat tubuh kami memproduksi keringat. Sering kali kami istirahat di perjalanan, kemudian meminum seteguk air mineral yang diambil dari mata air di kaki gunung. Tidak peduli air sudah dimasak atau belum, aku pun ikut meminum air asli dari pegunungan ini yang sudah diambil oleh rekan ku tadi pagi. Belum setengah perjalan, namun kami sudah menghabiskan bekal air persediaan untuk


1 hari ke depan. Rekanku pun A mengingatkan supaya kami dapat berhemat karena mengingat sumber mata air di sana hanya ada di kaki gunung. Namun, di Puncak Gunung Talang ini, juga terdapat kawah, kata temanku.

*bersambung*